Kategori: Artikel
Jejak Awal Energi Surya Indonesia : Modul Surya Pertama di Len Tahun 1998
PT Len Industri (Persero), sebagai induk perusahaan dari PT Surya Energi Indotama, telah memainkan peran penting dalam sejarah pengembangan teknologi energi surya di Indonesia.
Komitmen Len terhadap kemandirian energi nasional dimulai sejak tahun 1986, saat perusahaan memperkenalkan teknologi Solar Home System (SHS) untuk menjangkau wilayah-wilayah terpencil yang belum teraliri listrik konvensional. Inisiatif ini menjadi titik awal kontribusi nyata Len dalam penyediaan energi bersih bagi masyarakat.
Perjalanan Len berlanjut secara signifikan pada tahun 1998, dengan keberhasilan menciptakan prototype modul surya. Modul Surya ini merupakan hasil kerja sama antara Len, Solarex Australia, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Modul Surya tersebut menjadi tonggak awal pengembangan teknologi fotovoltaik di dalam negeri.
Tak berhenti di tahap prototype, Len mengembangkan modul surya produksi lokal dengan kapasitas awal 1,2 MW per tahun pada tahun yang sama. Seiring berkembangnya teknologi dan kebutuhan pasar, kapasitas produksi pun terus ditingkatkan
- 10 MW per Tahun pada Tahun 2009
- 46 MW per Tahun pada Tahun 2015
- 71 MW per Tahun pada Tahun 2020
Pencapaian besar diraih pada tahun 2016, saat Len berhasil menjadi pelaksana proyek solar panel terbesar pertama di Indonesia, yaitu IPP PLTS Oelpuah Kupang dengan kapasitas 5 MW. Proyek ini menjadi simbol transisi energi bersih dan kebangkitan industri fotovoltaik nasional.
Seiring waktu, Len juga terus melakukan pengembangan fasilitas produksi serta mendapatkan berbagai sertifikasi mutu nasional dan internasional, memperkuat posisi Len sebagai Pioneer Solar PV ManufacturIng di Indonesia.
Kini, fasilitas produksi panel surya tersebut telah diakuisisi oleh PT Surya Energi Indotama selaku anak perusahaan, untuk melanjutkan pengembangan dan industrialisasi teknologi energi surya secara lebih fokus dan terintegrasi.
"Dari satu modul Surya kecil di tahun 1998, menjadi Langkah besar untuk negeri"
Melalui PT Surya Energi Indotama, kami terus berkomitmen menghadirkan solusi energi terbarukan yang andal dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia**
Berita Lainnya
Swiss jadi Negara Pertama Pasang Panel Surya di Rel Kereta Api
Inovasi energi bersih kini datang dari Swiss. Negara yang dikenal dengan sistem transportasinya yang presisi ini kembali membuat gebrakan melalui proyek percontohan panel surya di rel kereta api aktif. Proyek ini diinisiasi oleh Sun-Ways, sebuah startup asal Swiss yang berfokus pada pengembangan teknologi energi terbarukan.
Berbeda dari proyek energi surya pada umumnya yang membutuhkan lahan khusus atau atap bangunan, Sun-Ways menghadirkan solusi unik yaitu memasang panel surya langsung di antara rel kereta api yang masih aktif.
Teknologi yang digunakan pun memungkinkan kereta tetap beroperasi tanpa gangguan, membuka peluang besar bagi pemanfaatan ruang infrastruktur yang selama ini tidak termanfaatkan secara optimal.
“Ini akan menjadi pertama kalinya panel surya dipasang di rel kereta api yang dilalui kereta api,” ujar Joseph Scuderi, CEO Sun-Ways, dikutip dari ESG News.
Dalam tahap percontohan, sebanyak 48 panel surya akan dipasang di sepanjang 100 meter rel, yang berada di wilayah Neuchâtel, Swiss barat. Dimana panel akan dipasang menggunakan kereta yang dirancang khusus oleh perusahaan perawatan rel Swiss Sceuchzer, yang mampu memasang panel hingga 1.000 meter persegi per hari.
Hasil dari daya ini nantinya tidak akan disalurkan ke sistem kereta api karena kompleksitas operasi kereta api saat ini. Sistem tersebut harapanya dapat disalurkan ke rumah-rumah penduduk setempat karna di perkirakan dapat menghasilkan Listrik sebesar 16.000 kWh per tahun.
Potensi Skala Global
Proyek Sun-Ways ini menawarkan solusi cerdas, menggunakan infrastruktur yang sudah ada untuk menambah kapasitas energi terbarukan, tanpa menambah tekanan terhadap ruang terbuka atau lahan hijau.
Potensi penerapan teknologi ini sangat besar. Bayangkan jika sebagian kecil saja dari jalur itu dilengkapi panel surya, dunia akan mendapatkan sumber energi bersih tambahan dalam jumlah signifikan, tanpa merusak lingkungan.
Dan jika proyek ini sukses terlebih direplikasi secara luas, bukan tidak mungkin kita akan melihat rel-rel kereta di seluruh dunia tidak hanya menjadi jalur perjalanan, tapi juga jalur energi bersih masa depan. Keren kan!
Ingin tahu lebih banyak tentang informasi terkini seputar teknologi hijau, energi terbarukan, dan solusi masa depan? Ikuti kami di media sosial dan kunjungi website di www.suryaenergi.co.id
Berita Lainnya
1,7 Juta Peluang Kerja Hijau Menanti di Tahun 2030
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, memiliki potensi luar biasa dalam mengembangkan sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah menargetkan transisi energi secara bertahap demi mewujudkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Tahun 2030 menjadi salah satu tonggak penting, di mana proyeksi kapasitas dan kontribusi EBT diperkirakan mengalami lonjakan signifikan.
Selain manfaat lingkungan, transisi ini juga berpotensi menciptakan jutaan lapangan kerja hijau. Berdasarkan metode perhitungan dari Greenpeace, berikut adalah proyeksi potensi pertumbuhan lapangan kerja dari masing-masing sub-sektor EBT di Indonesia hingga tahun 2030:
1. Geothermal (Panas Bumi)
Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia. Pengembangan panas bumi tidak hanya mendukung pengurangan emisi karbon, tetapi juga membuka lapangan kerja di bidang eksplorasi, konstruksi pembangkit, hingga operasi dan pemeliharaan.
2. Hidropower (Pembangkit Listrik Tenaga Air)
Dengan topografi yang kaya akan sungai dan wilayah pegunungan, Indonesia memiliki potensi besar dalam pemanfaatan tenaga air. Proyek-proyek hidropower skala besar dan mikrohidro dapat meningkatkan akses listrik di daerah terpencil sekaligus menyerap tenaga kerja lokal.
3. Bioenergi
Sumber daya biomassa dari pertanian, perkebunan, dan limbah organik menjadikan bioenergi solusi energi berkelanjutan yang inklusif. Sektor ini juga mendukung perekonomian pedesaan melalui pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan bakar.
4. Energi Surya
Energi surya adalah salah satu sumber EBT dengan pertumbuhan tercepat karena teknologinya yang kian terjangkau dan mudah diimplementasikan. Pemasangan panel surya di atap rumah, gedung industri, daerah terpencil hingga fasilitas publik akan menjadi ladang pekerjaan untuk lebih banyak orang.
5. Energi Bayu (Angin)
Wilayah pesisir dan dataran tinggi di Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga angin. Pengembangan energi bayu membutuhkan keahlian teknis dan akan mendorong pertumbuhan tenaga kerja di sektor teknik dan pemeliharaan.
6. Energi Baru dan Terbarukan Lainnya
Termasuk dalam kategori ini adalah energi dari gelombang laut, pasang surut, dan teknologi inovatif lainnya. Meskipun masih dalam tahap awal, potensi sektor ini tidak boleh diabaikan sebagai bagian dari portofolio energi masa depan Indonesia.
Dengan total tambahan kapasitas sebesar 69.652 MW dari seluruh jenis EBT, Indonesia memiliki potensi menciptakan sekitar 1.721.435 lapangan kerja hijau pada tahun 2030. Angka ini mencerminkan peluang besar untuk menggabungkan agenda pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan secara bersamaan.
Transisi menuju energi bersih bukan hanya kebutuhan ekologis, tetapi juga menjadi peluang strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil perlu berkolaborasi untuk memastikan kesiapan tenaga kerja melalui pelatihan vokasi, peningkatan kapasitas SDM, serta penyelarasan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri EBT.
Tahun 2030 bukan sekadar target, tetapi titik awal masa depan Indonesia yang bersih, hijau, dan penuh peluang.
Berita Lainnya
Mengenal Alat Ukur Grounding: Fungsi, Kegunaan, dan Jenisnya dalam Sistem PLTS
Dalam dunia kelistrikan, sistem Grounding merupakan salah satu elemen penting yang sering kali luput dari perhatian, padahal perannya sangat krusial dalam menjaga keamanan dan keandalan instalasi listrik, termasuk dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Salah satu alat yang digunakan untuk memastikan sistem grounding bekerja dengan baik adalah Alat Ukur Grounding atau yang dikenal juga dengan Grounding Tester.
Apa Itu Alat Ukur Grounding?
Grounding tester adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur tahanan tanah atau ground resistance. Nilai ini menunjukkan seberapa baik arus listrik dari sistem bisa dialirkan ke tanah, terutama saat terjadi gangguan seperti arus bocor atau sambaran petir.
Alat ini sangat dibutuhkan untuk memastikan sistem grounding memenuhi standar keselamatan yang berlaku dan mampu melindungi peralatan serta personel dari risiko kelistrikan.
Mengapa Grounding Penting dalam Sistem PLTS?
Dalam sistem PLTS, baik skala rumah tangga maupun industri, grounding memiliki fungsi sebagai jalur pelepasan arus gangguan ke tanah. Sistem grounding yang buruk dapat menyebabkan:
- Kerusakan pada inverter dan panel surya,
- Gangguan operasional sistem secara keseluruhan,
- Risiko sengatan listrik,
- Penurunan usia pakai perangkat.
Karena itu, pengecekan berkala menggunakan alat ukur grounding sangat dianjurkan, terutama untuk menjaga keandalan dan keamanan sistem PLTS dalam jangka panjang.
Jenis-Jenis Alat Ukur Grounding
Alat ukur grounding listrik sebenarnya ada dua jenis yaitu earth tester dan juga earth clamp. Kedua alat tester grounding ini memiliki kegunaan yang berbeda. Berikut adalah penjelasan antara keduanya:
1. Earth Tester
Earth tester merupakan alat yang sangat berguna dalam proses instalasi atau pemeliharaan sistem grounding baru. Dengan melakukan pengukuran resistansi tanah dan mengidentifikasi area dengan resistansi yang tinggi, teknisi dapat mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas grounding dan memastikan keselamatan sistem secara keseluruhan
2. Earth Clamp
Bagaimana dengan earth clamp? Alat ukur grounding tanah ini adalah sebuah perangkat yang berfungsi untuk mengukur resistansi tanah dengan cara mendeteksi arus yang mengalir melalui sistem grounding. Terdiri dari kepala klem yang dapat dipasang di sekitar konduktor tanah, seperti kabel grounding atau tongkat grounding, perangkat ini dapat mengukur arus yang melewati konduktor tanah dan menghitung resistansi grounding secara otomatis berdasarkan arus yang terdeteksi.
Dengan menggunakan earth clamp, kita dengan mudah dan cepat melakukan pengukuran resistansi tanah tanpa perlu melakukan koneksi atau pemutusan konduktor tanah secara fisik. Hal ini membuat proses pengukuran menjadi lebih efisien dan dapat dilakukan dengan aman serta akurat.
Komitmen PT Surya Energi Indotama dalam Menjaga Kualitas Grounding
Sebagai penyedia solusi energi terbarukan yang berpengalaman, PT Surya Energi Indotama (SEI) menempatkan pengukuran grounding sebagai bagian penting dari standar instalasi sistem PLTS kami. Melalui penggunaan grounding tester yang tepat dan pengujian berkala, kami memastikan bahwa setiap sistem yang kami bangun:
- Aman bagi pengguna,
- Tahan terhadap gangguan petir atau lonjakan arus,
- Memenuhi standar nasional maupun internasional,
- Beroperasi dengan efisien dan tahan lama.
Keandalan sistem energi surya dimulai dari detail teknis seperti grounding, dan kami percaya bahwa ketelitian dalam aspek kecil mampu menghasilkan dampak besar bagi keberhasilan proyek energi terbarukan.
Grounding bukan sekadar kewajiban teknis, melainkan investasi jangka panjang dalam keamanan, keandalan, dan efisiensi sistem PLTS. Dengan memilih alat ukur grounding yang sesuai dan menerapkan pengujian secara berkala, kita dapat menjaga agar sistem energi surya tetap optimal dan berkelanjutan.
Percayakan keamanan sistem PLTS Anda pada hlinya, Bersama SEI mari kita beralih menuju energi terbarukan!
Berita Lainnya
ESG : Langkah Nyata SEI Terhadap Keberlanjutan Lingkungan
Apa itu ESG?
Environmental, Social, and Governance (ESG) adalah suatu konsep yang mengacu pada tiga faktor utama yang digunakan untuk mengukur dampak keberlanjutan suatu perusahaan. Faktor-faktor ini berhubungan dengan bagaimana perusahaan beroperasi dalam kaitannya dengan lingkungan (Environmental), sosial (Social), dan tata kelola perusahaan (Governance). ESG menjadi semakin penting dalam dunia bisnis karena menunjukkan keseriusan perusahaan dalam memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan masyarakat, serta komitmen dalam menjalankan tata kelola yang baik.
- Environmental (Lingkungan): Berfokus pada dampak perusahaan terhadap alam, seperti pengelolaan limbah, efisiensi energi, pengurangan emisi karbon, dan penggunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab.
- Social (Sosial): Berhubungan dengan tanggung jawab perusahaan terhadap kesejahteraan sosial, termasuk hubungan dengan karyawan, kontribusi terhadap komunitas lokal, dan kepedulian terhadap hak asasi manusia.
- Governance (Tata Kelola): Menyangkut aspek transparansi, akuntabilitas, dan praktik bisnis yang baik dalam pengelolaan perusahaan, termasuk dalam hal pengambilan keputusan dan integritas.
Manfaat Penerapan ESG
Penerapan prinsip ESG memberikan banyak manfaat baik untuk perusahaan maupun untuk masyarakat dan lingkungan sekitar, antara lain:
- Keberlanjutan dan Dampak Positif: Perusahaan yang menerapkan ESG cenderung memiliki dampak positif yang lebih besar terhadap lingkungan dan masyarakat. Ini memastikan keberlanjutan jangka panjang dan mendukung upaya perlindungan lingkungan serta peningkatan kesejahteraan sosial.
- Peningkatan Reputasi: Perusahaan yang berkomitmen pada ESG seringkali dipandang lebih positif oleh masyarakat, investor, dan pelanggan. Ini meningkatkan citra perusahaan di mata publik, yang dapat meningkatkan loyalitas pelanggan dan menarik investor yang lebih sadar lingkungan.
- Pengelolaan Risiko yang Lebih Baik: Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ESG, perusahaan dapat mengidentifikasi potensi risiko lebih awal, seperti risiko lingkungan atau sosial, yang dapat memengaruhi kinerja jangka panjang.
- Akses ke Pembiayaan dan Investasi: Perusahaan yang mematuhi prinsip ESG sering kali lebih mudah mendapatkan akses ke pembiayaan atau investasi dari lembaga yang berfokus pada keberlanjutan.
Langkah Nyata SEI Terhadap Keberlanjutan Lingkungan
Sebagai perusahaan yang berkomitmen pada prinsip ESG, PT Surya Energi Indotama (SEI) tidak hanya fokus pada keuntungan finansial, tetapi juga memberikan perhatian besar terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial. Salah satu bentuk nyata dari komitmen SEI terhadap keberlanjutan adalah melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang bernama “Kebun Pangan Jupiter Rahayu”. Program ini tidak hanya mengelola potensi alam tetapi juga memberdayakan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi dalam penerapan prinsip ESG. Diantaranya :
1. Pengelolaan Limbah Dapur sebagai Pupuk Alami (Loseda)
Salah satu penerapan prinsip lingkungan yang dilakukan adalah pengelolaan limbah dapur. Limbah dapur yang biasanya menjadi sampah yang sulit terurai, kini diolah dengan metode yang inovatif menjadi pupuk alami, program ini bernama Lodong Sesa Dapur (Loseda). Proses ini tidak hanya mengurangi jumlah sampah tetapi juga memberikan manfaat bagi tanah dan tanaman yang ada di kebun pangan Jupiter Rahayu dan di lingkungan Masyarakat sekitar. Dengan demikian, secara tidak langsung SEI berkontribusi pada pengurangan limbah dan penerapan pertanian berkelanjutan.
2. Pengelolaan Kompos untuk Meningkatkan Kualitas Tanah
Selain mengelola limbah dapur, di Kebun Pangan Jupiter Rahayu juga menerapkan pengelolaan bak kompos untuk mendaur ulang sisa-sisa organik yang ada di kebun. Kompos yang dihasilkan digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah di kebun, yang pada gilirannya meningkatkan hasil pertanian secara alami tanpa bergantung pada bahan kimia sintetis. Hal ini sangat mendukung keberlanjutan pertanian yang ramah lingkungan.
3. Penerapan Panel Surya untuk Energi Terbarukan
Sebagai bagian dari komitmen terhadap keberlanjutan, SEI juga menerapkan panel surya di atas saung yang ada di kebun pangan Jupiter Rahayu. Penggunaan panel surya memungkinkan SEI untuk memanfaatkan energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan. Selain mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil, hal ini juga memberikan contoh nyata kepada masyarakat sekitar tentang pentingnya transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan.
4. Revitalisasi Lahan Non-Produksi Menjadi Produktif
Salah satu tantangan besar dalam pengelolaan lahan adalah bagaimana mengelola lahan yang tidak produktif agar dapat memberikan manfaat. SEI telah melakukan revitalisasi lahan non-produktif di sekitar kebun pangan Jupiter Rahayu dan mengubahnya menjadi lahan yang produktif dengan berbagai jenis tanaman pangan. Dengan cara ini, SEI tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan sekitar tetapi juga membantu meningkatkan ketahanan pangan lokal.
Komitmen SEI terhadap prinsip ESG mencerminkan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Melalui program CSR seperti Kebun Pangan Jupiter Rahayu, SEI telah menunjukkan bagaimana prinsip ESG dapat diterapkan secara nyata, dengan fokus pada pengelolaan limbah, energi terbarukan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah langkah penting dalam menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan, di mana perusahaan, masyarakat, dan lingkungan dapat berkembang bersama.
Bersama SEI mari beralih menuju energi terbarukan!
Berita Lainnya
Inilah Cara PLTS Bisa Mengubah Masa Depan Kita!
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan solusi yang semakin populer dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global. Mengingat tingginya kebutuhan energi yang semakin meningkat, manusia cenderung mengandalkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam. Namun, sumber energi ini tidak hanya terbatas, tetapi juga sangat berbahaya bagi lingkungan, terutama dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca yang memicu pemanasan global. Di sinilah PLTS berperan penting dalam mengurangi jejak karbon, yaitu total emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
Apa Itu Jejak Karbon?
Jejak karbon merujuk pada jumlah emisi gas karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, baik dalam produksi barang, penggunaan energi, maupun kegiatan transportasi. Emisi ini, terutama yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, yang memperburuk pemanasan global.
PLTS adalah sistem yang memanfaatkan energi matahari untuk menghasilkan listrik. Sistem ini terdiri dari panel surya (photovoltaic) yang mengubah sinar matahari menjadi energi listrik melalui proses yang disebut efek fotovoltaik. Energi listrik yang dihasilkan kemudian bisa digunakan langsung atau disimpan dalam baterai untuk digunakan nanti. PLTS tidak mengeluarkan emisi selama proses produksi energi, yang membuatnya menjadi salah satu sumber energi terbarukan paling ramah lingkungan.
Bagaimana PLTS Mengurangi Jejak Karbon?
- Mengurangi Ketergantungan pada Energi Fosil
Salah satu cara utama PLTS mengurangi jejak karbon adalah dengan menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam untuk menghasilkan listrik yang menghasilkan emisi karbon sangat tinggi. Sebaliknya, PLTS menghasilkan listrik tanpa mengeluarkan emisi langsung, karena panel surya hanya memanfaatkan energi matahari yang tidak mencemari udara.
- Energi Terbarukan yang Ramah Lingkungan
Sumber energi surya adalah salah satu bentuk energi terbarukan, yang artinya energi tersebut dapat diperoleh secara terus-menerus tanpa mengurangi sumber daya alam. Tidak seperti batu bara atau minyak, yang membutuhkan penambangan dan pengolahan yang intensif dan menghasilkan emisi selama proses tersebut, energi matahari tidak memerlukan proses destruktif dan tidak menghasilkan emisi karbon selama penggunaan.
- Mengurangi Pemborosan Energi
Selain mengurangi ketergantungan pada energi fosil, PLTS juga dapat membantu mengurangi pemborosan energi. Di banyak tempat, energi yang dihasilkan dari sumber fosil seringkali terbuang percuma atau hilang karena tidak efisien dalam proses distribusinya. Dengan menggunakan PLTS, listrik dapat diproduksi dan digunakan lebih dekat dengan lokasi konsumsinya, mengurangi kebutuhan untuk jaringan distribusi yang besar dan mengurangi pemborosan energi.
- Meningkatkan Penggunaan Energi yang Efisien
Energi surya tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga dapat digunakan dengan cara yang lebih efisien dalam aplikasi-aplikasi tertentu. Sebagai contoh, rumah atau gedung komersial dapat memasang sistem PLTS di atap mereka, memungkinkan mereka untuk memanfaatkan energi matahari secara langsung dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi dari jaringan listrik yang berpotensi menggunakan bahan bakar fosil.
- Mendorong Inovasi dalam Penyimpanan Energi
Teknologi penyimpanan energi, seperti baterai, semakin berkembang berkat penggunaan PLTS. Dengan menyimpan energi matahari yang dihasilkan pada siang hari, masyarakat bisa menggunakannya pada malam hari atau saat cuaca mendung. Pengembangan teknologi penyimpanan energi yang efisien ini dapat mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang biasanya diperlukan untuk menutupi fluktuasi pasokan energi.
- Penyebaran PLTS di Lokasi yang Jauh dari Jaringan Listrik
Salah satu keunggulan PLTS adalah kemampuannya untuk diinstalasi di berbagai tempat, bahkan di daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan listrik. Dengan demikian, PLTS dapat menyediakan akses listrik tanpa perlu membangun infrastruktur yang rumit dan mahal. Hal ini tidak hanya mengurangi jejak karbon tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah terpencil.
Dampak Penggunaan PLTS dalam Mengurangi Jejak Karbon
Penggunaan PLTS dalam skala besar dapat memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan jejak karbon. Menurut berbagai studi, jika lebih banyak negara dan perusahaan beralih ke energi surya, emisi karbon global dapat berkurang secara drastis. Bahkan, beberapa negara yang memanfaatkan energi terbarukan secara masif, seperti Jerman dan China, telah menunjukkan penurunan emisi karbon yang cukup signifikan sejak mengadopsi teknologi PLTS.
Dengan setiap kilowatt listrik yang dihasilkan dari sumber energi terbarukan, terutama surya, kita dapat mengurangi emisi CO2 yang biasanya terkait dengan penggunaan bahan bakar fosil. Ini secara langsung membantu mencapai target pengurangan emisi yang ditetapkan dalam berbagai perjanjian iklim internasional, seperti Kesepakatan Paris.
Tantangan dan Prospek ke Depan
Meskipun PLTS memiliki potensi besar dalam mengurangi jejak karbon, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Beberapa di antaranya adalah biaya awal pemasangan yang cukup tinggi dan masalah terkait dengan penyimpanan energi. Namun, dengan kemajuan teknologi dan penurunan harga panel surya, biaya tersebut semakin terjangkau. Selain itu, inovasi dalam penyimpanan energi juga semakin mempermudah adopsi PLTS di berbagai sektor.
Di masa depan, diharapkan lebih banyak pemerintah dan perusahaan akan mengimplementasikan kebijakan yang mendukung transisi ke energi terbarukan, termasuk PLTS. Masyarakat pun semakin sadar akan pentingnya beralih ke sumber energi yang ramah lingkungan demi keberlanjutan bumi.
Pada dasarnya, PLTS adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi jejak karbon dan dampak negatif perubahan iklim. Dengan menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, menggunakan energi terbarukan, dan meningkatkan efisiensi energi, PLTS memberikan solusi yang berkelanjutan dalam menghasilkan energi bersih. Dengan terus mengembangkan teknologi ini dan memperluas adopsinya, kita dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan dan menciptakan masa depan yang lebih hijau dan sehat bagi generasi yang akan datang. Bersama SEI mari kita beralih menuju energi terbarukan!
Berita Lainnya
Uni Eropa Catatkan Sejarah: Pembangkit Listrik Tenaga Surya Geser Batu Bara sebagai Sumber Listrik Utama
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, produksi listrik tenaga surya di Uni Eropa melampaui pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam laporan terbaru yang dirilis oleh Lembaga thinktank iklim Ember menunjukkan bahwa selama tahun 2024, tenaga surya menyumbang 11% dari total produksi listrik di Uni Eropa. Sebaliknya, kontribusi pembangkit listrik tenaga batu bara menyusut menjadi 10%, menunjukkan penurunan yang signifikan dalam ketergantungan terhadap sumber energi fosil.
Angka ini mungkin terkesan kecil, namun keberhasilannya dalam menyalip batubara, yang selama berabad-abad menjadi tulang punggung industri energi, adalah sebuah prestasi yang patut diacungi jempol.
Fenomena ini menandai percepatan transisi energi bersih di Eropa yang didorong oleh peningkatan kapasitas PLTS serta kebijakan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Uni Eropa berada di jalur yang tepat untuk mencapai target ambisiusnya, yakni memiliki kapasitas terpasang tenaga surya sebesar 400 gigawatt (GW) pada tahun 2025. Keren !
Faktor Pendorong Peningkatan Energi Surya
Beberapa faktor utama yang mendorong lonjakan energi surya melampaui batu bara meliputi:
- Investasi Besar dalam Energi Terbarukan
Uni Eropa gencar membangun kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dalam beberapa tahun terakhir, terutama di negara-negara seperti Jerman, Spanyol, dan Belanda.
2. Penurunan Penggunaan Batu Bara
Sejak 2018 konsumsi batu bara di Eropa terus menurun akibat kebijakan lingkungan yang lebih ketat dan harga karbon yang meningkat, membuat pembangkit batu bara menjadi kurang kompetitif.
3. Dampak Krisis Energi Global
Invasi Rusia ke Ukraina pada menyebabkan lonjakan harga energi dan mendorong negara-negara Eropa untuk mempercepat transisi ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Dampak Positif bagi Lingkungan dan Ekonomi
Keberhasilan tenaga surya mengungguli batu bara membawa berbagai manfaat bagi lingkungan dan perekonomian Uni Eropa. Dengan lebih banyak energi bersih yang dihasilkan, emisi karbon dapat ditekan secara signifikan, mendukung target pengurangan emisi yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Paris. Selain itu, ketergantungan Uni Eropa pada impor bahan bakar fosil berkurang, sehingga meningkatkan ketahanan energi di tengah ketidakpastian geopolitik.
Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam hal infrastruktur dan stabilitas jaringan listrik. Energi surya yang bersifat intermiten membutuhkan sistem penyimpanan dan distribusi yang lebih canggih agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dengan tren ini, energi terbarukan diperkirakan akan terus tumbuh, sementara peran batu bara dalam bauran energi Uni Eropa akan semakin menyusut. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa transisi ke energi bersih bukan hanya mungkin, tetapi juga semakin tak terelakkan.
Sumber : https://nationalgeographic.grid.id/
Berita Lainnya
Penerapan Sistem Kuota PLTS Atap: Mendukung Stabilitas Jaringan Listrik Nasional
Sejak Juli 2024, pemerintah Indonesia resmi memberlakukan sistem kuota untuk pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap yang terhubung ke jaringan PLN yang tertuang pada PEraturan Menteri ESDM No.2 Tahun 2024. Kebijakan ini merupakan langkah strategis dalam mengelola integrasi energi terbarukan ke dalam sistem kelistrikan nasional, sekaligus mendukung target transisi energi menuju Net Zero Emission pada 2060.
Sistem kuota ini dirancang untuk memastikan pemanfaatan PLTS atap berjalan seimbang dengan kapasitas jaringan PLN, menghindari kelebihan daya balik (excess power) yang dapat mengganggu stabilitas sistem kelistrikan. Dalam mendukung target Net Zero Emission tahun 2060 atau lebih cepat, pemerintah telah menetapkan kuota hingga 2028 sebesar 1.5 GW untuk PLTS Atap. Sementara untuk masing-masing wilayah, Pemerintah menetapkan kuota berdasarkan kapasitas sistem yang akan dievaluasi dan diperbarui secara berkala oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sistem kuota akan dibuka dalam 2 periode setahun yaitu bulan Januari dan Juli.
Dalam pelaksanaannya, calon pengguna PLTS atap harus terlebih dahulu mendaftarkan instalasi mereka melalui aplikasi atau platform digital yang telah disediakan oleh pemerintah pada bulan Januari dan Juli. Pendaftaran ini akan mencakup proses verifikasi teknis dan alokasi kuota. Apabila kuota di suatu wilayah telah penuh, calon pengguna dapat dimasukkan ke dalam daftar tunggu dan akan mendapatkan konfirmasi pada pembukaan periode selanjutnya.
Sistem kuota ini juga dilengkapi dengan skema insentif bagi pengguna yang berhasil mengintegrasikan PLTS atap dengan efisiensi tinggi, seperti potongan biaya pemasangan atau kredit karbon. Dengan demikian, diharapkan masyarakat tetap termotivasi untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi terbarukan, meskipun ada pembatasan melalui kuota.
Pemerintah terus mengedukasi masyarakat dan pemangku kepentingan terkait implementasi sistem ini, termasuk manfaatnya dalam mendukung keberlanjutan energi nasional. Dengan pendekatan yang terencana dan kolaboratif, penerapan sistem kuota diharapkan tidak hanya meningkatkan efisiensi penggunaan PLTS atap, tetapi juga mendorong inovasi teknologi energi terbarukan di masa depan.
Sudah cek kuota di wilayahmu #TemanSEInergi? yuuk beralih menuju energi terbarukan Bersama SEI!
Berita Lainnya
Apakah PLTS Masih Bisa Bekerja Saat Kondisi Hujan?
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi salah satu solusi energi terbarukan yang semakin diminati karena ramah lingkungan dan sumber energinya yang melimpah, yakni sinar matahari. Namun, salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah: apakah PLTS tetap bisa bekerja saat cuaca mendung atau hujan?
Sebelum beranjak lebih jauh mari kita cari tahu terlebih dahulu bagaimana cara kerja dari PLTS itu sendiri. Yapp seperti yang kita tahu, PLTS bekerja dengan mengonversi energi matahari menjadi energi listrik melalui panel surya yang berisi sel fotovoltaik. Sel ini menangkap foton dari sinar matahari dan mengubahnya menjadi arus listrik searah (DC). Listrik ini kemudian diubah menjadi arus listrik bolak-balik (AC) oleh inverter agar dapat digunakan oleh perangkat listrik rumah tangga atau dialirkan ke jaringan listrik.
Namun muncul pertanyaan, saat kondisi mendung bahkan hujan, apakah mempengaruhi kinerja dari PLTS tersebut, berikut penjelasanya.
Kinerja PLTS dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh panel surya. Pada hari yang cerah, panel surya bekerja dengan efisiensi optimal karena sinar matahari langsung mencapai permukaan panel. Namun, saat cuaca mendung atau hujan, intensitas sinar matahari berkurang karena terhalang oleh awan.
Meskipun demikian, PLTS tetap dapat menghasilkan listrik pada kondisi mendung atau hujan, tetapi dengan efisiensi yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena cahaya matahari tetap tersebar dan mencapai permukaan panel, meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit. Penurunan efisiensi biasanya berkisar antara 10-25%, tergantung pada tingkat kerapatan awan dan jenis panel surya yang digunakan.
Tidak sampai situ, selain memengaruhi efisiensi, hujan juga memiliki manfaat tersendiri bagi PLTS. Air hujan membantu membersihkan permukaan panel surya dari debu, kotoran, atau polutan lainnya yang dapat mengurangi penyerapan cahaya matahari. Dengan demikian, panel surya yang bersih dapat kembali bekerja lebih optimal setelah hujan reda.
Dengan itu, bisa terjawab pertanyaan “Apakah PLTS masih bisa bekerja saat kondisi hujan?” Jawabanya “Ya” PLTS masih bisa bekerja saat kondisi hujan, meskipun efisiensinya menurun dibandingkan saat cuaca cerah. Namun, penurunan ini tidak membuat PLTS sepenuhnya tidak berfungsi. Dengan perawatan yang baik dan teknologi yang terus berkembang, PLTS tetap menjadi pilihan yang andal untuk menghasilkan energi listrik ramah lingkungan, bahkan di daerah dengan cuaca yang tidak selalu cerah.
Penggunaan baterai penyimpanan energi juga menjadi solusi untuk memastikan suplai listrik tetap tersedia kapan saja, terlepas dari kondisi cuaca. Dengan begitu, PLTS tetap menjadi investasi yang menjanjikan untuk masa depan energi berkelanjutan.
Bersama SEI, mari beralih menuju energi terbarukan !
Berita Lainnya
Mengenal Kelebihan dan Kekurangan PLTS Terapung di Indonesia
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung (floating photovoltaic) adalah solusi inovatif yang saat ini berkembang pesat di Indonesia sebagai alternatif pembangkit listrik ramah lingkungan.
Analisis Institute for Essentials Services Reform (IESR) menyebutkan bahwa potensi PLTS terapung di Indonesia mencapai 28,4 Gigawatt (GW). Potensi itu tersebar di 783 waduk dan danau yang masing-masing memiliki potensi minimal 1 Megawatt (MW).
Tidak heran jika pemerintah menargetkan untuk membangun 60 PLTS terapung di Indonesia sekaligus mendorong target bauran pembangkit listrik dari EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025.
Secara konstruksi pemasangan floating photovoltaic ini dilengkapi dengan pelampung plastik berongga yang dirancang mampu menahan kondisi cuaca ekstrem dan potensi terjadinya gangguan pada kabel yang terhubung ke instalasi listrik yang ada di daratan.
Namun, karena karakternya yang terpasang di air membuat PLTS terapung juga memiliki dampak negative. Berikut kelebihan dan kekurangan PLTS terapaung (floating photovoltaic).
Kelebihan PLTS Terapung
1. Pemanfaatan Ruang
Dengan memanfaatkan permukaan air, PLTS terapung menghemat lahan darat yang biasanya digunakan untuk pertanian, permukiman, atau industri. Ini sangat relevan di Indonesia, di mana lahan daratan yang luas sering kali sulit diperoleh untuk proyek energi skala besar.
2. Meningkatkan Efisiensi Panel Surya
Air memiliki efek pendinginan alami yang dapat menurunkan suhu panel surya. Suhu yang lebih rendah ini membantu meningkatkan efisiensi panel, karena panel surya lebih efisien pada suhu yang lebih rendah.
3. Mengurangi Penguapan Air
Panel yang mengapung di atas waduk atau danau dapat mengurangi tingkat penguapan air, yang menguntungkan bagi daerah yang rentan terhadap kekeringan. Ini bisa menjadi keuntungan besar untuk manajemen air di Indonesia, terutama di wilayah dengan musim kemarau yang panjang.
4. Memperkecil Dampak Ekosistem Darat
Karena PLTS terapung ditempatkan di perairan, pembangunan ini tidak akan mengganggu habitat atau mengalihfungsikan lahan daratan, yang penting dalam menjaga keanekaragaman hayati di ekosistem darat.
5. Sumber Energi Terbarukan dan Bersih
Seperti PLTS pada umumnya, PLTS terapung tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca atau polusi udara. Ini berkontribusi pada target Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dan mencapai energi yang lebih bersih.
Kekurangan PLTS Terapung
1. Biaya Pemasangan yang Lebih Tinggi
Infrastruktur dan komponen tambahan, seperti pelampung, jangkar, dan sistem kelistrikan tahan air, menambah biaya instalasi PLTS terapung dibandingkan PLTS konvensional di daratan.
2. Pemeliharaan yang Lebih Rumit
PLTS terapung memerlukan pemeliharaan yang lebih rumit karena risiko korosi yang lebih tinggi di lingkungan basah dan sulitnya akses. Peralatan yang tahan air juga membutuhkan biaya lebih dan prosedur pemeliharaan yang lebih khusus.
3. Dampak Ekologi Perairan
Bayangan dari panel surya dan keberadaan struktur di atas air dapat mengurangi sinar matahari yang masuk ke air, yang mungkin mengganggu ekosistem akuatik, terutama dalam hal fotosintesis tumbuhan air.
4. Rentan Terhadap Cuaca dan Alam
Cuaca ekstrem seperti angin kencang, ombak, atau gempa bumi dapat merusak instalasi PLTS terapung. Sistem harus dirancang dengan sangat kokoh untuk menghadapi cuaca Indonesia yang beragam, terutama selama musim hujan atau di wilayah yang rentan terhadap gempa.
5. Potensi Gangguan Terhadap Aktivitas Perairan
Waduk dan danau sering kali digunakan untuk kegiatan lainnya, seperti irigasi, perikanan, atau pariwisata. PLTS terapung bisa mengurangi area yang bisa dimanfaatkan untuk aktivitas-aktivitas ini atau mengganggu jalur perahu nelayan.
PLTS terapung menawarkan potensi besar sebagai solusi energi terbarukan di Indonesia, terutama untuk mengoptimalkan penggunaan ruang dan menjaga sumber daya air.
Namun secara realistis, PLTS terapung mungkin tidak akan menggantikan pembangkit listrik skala besar atau tren peningkatan PLTS Atas di darat dalam waktu dekat. Tetapi sangat mungkin bahwa mereka dapat mengisi peran pelengkap yang penting, menambah kapasitas yang saat ini masih kurang.
Bersamai SEI mari beralih menuju energi terbarukan!